Tora Si Baik Hati
Di
sebuah desa hiduplah seorang pemuda yang sangat miskin ia bernama Tora. Tora
adalah seorang anak yang sangat sabar dan murah hati. Ia selalu ihklas untuk
mengerjakan sesuatu. Tidak pernah ia mengeluh untuk mengerjakan sesuatu.
Kesulitan yang selama ini ia hadapi membuatnya untuk berpikir mencari
pekerjaan. Hingga suatu hari, Tora ditawari pekerjaan untuk mengelola sawah
seorang petani kaya raya yang bernama Himishu. Pak Himishu adalah seorang
petani yang sangat kaya raya dan murah hati. Meski badannya besar namun
kelembutan hatinya tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Sudah
seminggu Tora bekerja di sawah milik pak
Himishu. Ia sangat kagum akan sifat tora yang tidak mudah menyerah dan
semangatnya untuk selalu giat bekerja.
“Tora
sekarang waktunya istirahat. Apa kau tidak lelah dari tadi hanya bekerja?” ujar
pak Himishu
“Tanggung pak, sedikit lagi tumpukan
jerami ini selesai saya rapikan,” Jawab Tora.
“Baiklah, jangan terlalu dipaksakan untuk
bekerja, yang ada nanti kamu sakit,” jawab Pak Himishu.
“Baik pak.”
Tora
memang pemuda yang sangat giat bekerja. Ia tidak akan berhenti sampai kepuasan
ada dalam hatinya. Semangatnya yang membara tidak ada yang mampu mematahkannya
untuk bekerja. Jika pekerjaanya belum selesai dikerjakan maka ia tak akan
berhenti bekerja. Sifatnya yang gigih tersebutlah yang mampu membuat pak
Himishu menyanyanginya. Pantang menyerah selalu ada di benak Tora.
Kemewahan
yang dimiliki pak Himishu ternyata tidak membuat kepuasaan hatinya terpenuhi.
Karena Zhisuka anak gadis semata wayangnya yang cantik jelita belum memiliki
suami. Ia ingin mencarikan jodoh yang tepat bagi anaknya. Ia tidak mau salah
memilih, karena dari sekian lelaki yang melamar hanya mengingingkan kemewahan
pak Himishu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Tora. Sosok lelaki yang dianggap
pantas untuk menjaga dan mengelola sawahnya kelak.
Seiring
berjalannya bulan, pak Himishu jatuh sakit. Para dokter mengatakan bahwa
permintaan terakhirnya harus dikabulkan. Jika tidak beban yang ada di
pikirannya akan memperburuk keadaannya. Berbagai macam obat telah diberikan,
namun dokter hanya mampu menyerahkan keadaanya pada Mahakuasa.
Keesokan paginya pak Himishu memanggil Tora ke
kamarnya.
“Bapak memanggil saya?”
“Ya, Tora.”
“Ada Yang bisa saya Bantu pak?”
“Tora, maukah kau berjanji untukku?”
“Janji, janji apa Pak?”
“Umurku sudah tidak lama lagi. Aku ingin
sawah yang kumiliki jatuh ke tangan orang yang tepat. Aku melihat kau adalah
orang yang tepat untuk mengelolanya. Dari sekian banyak pekerjaku, hanya engkau
yang mampu mencuri perhatianku. Sifat pantang menyerahmu yang membuatku kagum
padamu.”
“Tapi pak….”
“Sudah, jangan pakai tapi-tapi. Dan ada
satu hal lagi.”
“Satu hal lagi? Apa itu pak?”
“Aku sangat menyanyangi putriku Zhisuka,
maukah kau menikahinya? Menurutku engkau adalah pemuda yang tepat untuknya.”
“Kalau itu yang bapak inginkan, maka saya
akan mencoba dan menerima permintaan bapak.”
“Terima kasih Nak.”
Beberapa
hari kemudian Pak Himishu meninggal dunia. Ia merasa begitu sulit mempercayai
kepergian pak Himishu yang terlalu cepat. Kebaikan seorang pak Himishu seakan
tidak pantas digantikan olehnya. Dan selang beberapa hari Tora menepati amanat
yang telah dititipkan kepadanya. Ia menikah dengan Zhisuka dan menjadi tuan
tanah atas sawah yang dititipkan kepadanya.
“Zhisuka, terima kasih untuk semuanya.
Engkau adalah masa depan terindah yang Tuhan berikan untukku. Jika pak Himishu
masih ada, beliau pasti bangga melihat pernikahan kita.”
“Pastinya sayang. Aku juga bersyukur Ayah
mengenalkanmu padaku. Aku percaya kita mampu untuk menjalankan amanat ayah.”
Mendengar
janji antara Tora dan Zhisuka, mereka mencoba hidup baru untuk mengelola
kehidupan rumah tangga mereka. Hingga mereka dikarunia dua orang anak laki-laki
yang sangat lucu. Kehidupan Tora yang semakin lengkap, membuatnya tidak
henti-hentinya untuk selalu bersyukur. Ia pun mengajarkan istri dan kedua
anaknya untuk selalu hidup taat beribadah. (mry)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar