Selasa, 02 Oktober 2012


Tora Si Baik Hati
          Di sebuah desa hiduplah seorang pemuda yang sangat miskin ia bernama Tora. Tora adalah seorang anak yang sangat sabar dan murah hati. Ia selalu ihklas untuk mengerjakan sesuatu. Tidak pernah ia mengeluh untuk mengerjakan sesuatu. Kesulitan yang selama ini ia hadapi membuatnya untuk berpikir mencari pekerjaan.  Hingga suatu hari,  Tora ditawari pekerjaan untuk mengelola sawah seorang petani kaya raya yang bernama Himishu. Pak Himishu adalah seorang petani yang sangat kaya raya dan murah hati. Meski badannya besar namun kelembutan hatinya tidak ada yang bisa mengalahkannya.
          Sudah seminggu  Tora bekerja di sawah milik pak Himishu. Ia sangat kagum akan sifat tora yang tidak mudah menyerah dan semangatnya untuk selalu giat bekerja.
          “Tora sekarang waktunya istirahat. Apa kau tidak lelah dari tadi hanya bekerja?” ujar pak Himishu
“Tanggung pak, sedikit lagi tumpukan jerami ini selesai saya rapikan,” Jawab Tora.
“Baiklah, jangan terlalu dipaksakan untuk bekerja, yang ada nanti kamu sakit,” jawab Pak Himishu.
“Baik pak.”
          Tora memang pemuda yang sangat giat bekerja. Ia tidak akan berhenti sampai kepuasan ada dalam hatinya. Semangatnya yang membara tidak ada yang mampu mematahkannya untuk bekerja. Jika pekerjaanya belum selesai dikerjakan maka ia tak akan berhenti bekerja. Sifatnya yang gigih tersebutlah yang mampu membuat pak Himishu menyanyanginya. Pantang menyerah selalu ada di benak Tora.
          Kemewahan yang dimiliki pak Himishu ternyata tidak membuat kepuasaan hatinya terpenuhi. Karena Zhisuka anak gadis semata wayangnya yang cantik jelita belum memiliki suami. Ia ingin mencarikan jodoh yang tepat bagi anaknya. Ia tidak mau salah memilih, karena dari sekian lelaki yang melamar hanya mengingingkan kemewahan pak Himishu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Tora. Sosok lelaki yang dianggap pantas untuk menjaga dan mengelola sawahnya kelak.
          Seiring berjalannya bulan, pak Himishu jatuh sakit. Para dokter mengatakan bahwa permintaan terakhirnya harus dikabulkan. Jika tidak beban yang ada di pikirannya akan memperburuk keadaannya. Berbagai macam obat telah diberikan, namun dokter hanya mampu menyerahkan keadaanya pada Mahakuasa.
           Keesokan paginya pak Himishu memanggil Tora ke kamarnya.
“Bapak memanggil saya?”
“Ya, Tora.”
“Ada Yang bisa saya Bantu pak?”
“Tora, maukah kau berjanji untukku?”
“Janji, janji  apa Pak?”
“Umurku sudah tidak lama lagi. Aku ingin sawah yang kumiliki jatuh ke tangan orang yang tepat. Aku melihat kau adalah orang yang tepat untuk mengelolanya. Dari sekian banyak pekerjaku, hanya engkau yang mampu mencuri perhatianku. Sifat pantang menyerahmu yang membuatku kagum padamu.”
“Tapi pak….”
“Sudah, jangan pakai tapi-tapi. Dan ada satu hal lagi.”
“Satu hal lagi? Apa itu pak?”
“Aku sangat menyanyangi putriku Zhisuka, maukah kau menikahinya? Menurutku engkau adalah pemuda yang tepat untuknya.”
“Kalau itu yang bapak inginkan, maka saya akan mencoba dan menerima permintaan bapak.”
“Terima kasih Nak.”
                    Beberapa hari kemudian Pak Himishu meninggal dunia. Ia merasa begitu sulit mempercayai kepergian pak Himishu yang terlalu cepat. Kebaikan seorang pak Himishu seakan tidak pantas digantikan olehnya. Dan selang beberapa hari Tora menepati amanat yang telah dititipkan kepadanya. Ia menikah dengan Zhisuka dan menjadi tuan tanah atas sawah yang dititipkan kepadanya.
“Zhisuka, terima kasih untuk semuanya. Engkau adalah masa depan terindah yang Tuhan berikan untukku. Jika pak Himishu masih ada, beliau pasti bangga melihat pernikahan kita.”
“Pastinya sayang. Aku juga bersyukur Ayah mengenalkanmu padaku. Aku percaya kita mampu untuk menjalankan amanat ayah.”
          Mendengar janji antara Tora dan Zhisuka, mereka mencoba hidup baru untuk mengelola kehidupan rumah tangga mereka. Hingga mereka dikarunia dua orang anak laki-laki yang sangat lucu. Kehidupan Tora yang semakin lengkap, membuatnya tidak henti-hentinya untuk selalu bersyukur. Ia pun mengajarkan istri dan kedua anaknya untuk selalu hidup taat beribadah. (mry)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar