Kamis, 05 Mei 2011

Kisah Pengamen Cilik



Lihatlah segumpal debu ini
Hitam pekatnya kulit tak dihiraukan
Peluh keringat membasahi tubuh mungilnya
Suara kecilnya terus berdendang
Harapan selembar kertas
Tapi hanya sekeping koin yang diterima

Sedikit dari mereka yang peduli
Larangan kumis tebal yang berhanduk
sering menghinaku
Butiran beras dalam botol menjadi sahabat sejati baginya
Tak ada yang mendengar
Tak ada tempat berpijak
Hanya losmen toko yang menerimanya

Wahai…
Tuan dan Nyonya
Dia bukan penjahat!
Dia bukan criminal!
Dia hanya mencari sesuap nasi
Untuk melanjutkan hidup yang kejam ini

(Mry)

Jeritan Seorang Mahasiswa

Wahai,,Kalian para pejabat
Apakah telinga kalian tertutup?
Apakah mata indah itu
Sudah silau akan UANG?
Dimana pengabdian pejabat yang sesungguhnya?
Sosok yang mampu mengatur
Bukan untuk menunda dan mematahkan semangat

Ibu pertiwi pun menangis
Melihat generasi yang haus akan KEMEWAHAAN
Menghilangkan arti KEADILAN yang sebenarnya
Wahai pejabat,,
Wahai pendidik,,
Wahai birokrasi,,
Mahasiswa rindu PERUBAHAN
Mahasiswa rindu KEADILAN
Bukalah sedikit celah di hati
Untuk mendengar jeritan ini!

Kami LELAH,,
Kami SEDIH,,,
Kami KECEWA,,
Kami rindu PERUBAHAN!

Emosii,, Nulis Aja!

Emosi, jika mendengar kata ini hanya satu kata namun memiliki dampak yang sangat luas. Karena emosi yang meledak-ledak dapat membuat kita merusak jalinan pertemanan yang telah terjalin lama. Emosi berasal dari konflik yang sedang dialami atau bahkan dirasa tidak memiliki jalan keluar lagi. Salah satu contoh konflik antar teman, keluarga, kelompok atau dalam lingkungan tertentu. Pada dasarnya konflik tersebut menggerogoti jiwa individu yang menyebabkannya ingin mengeluarkan uneg-uneg yang sedang dialaminya. Cara untuk mengeluarkan uneg-uneg tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni terjadinya perkelahian, hilang kesadaran (ingin mengakhiri hidup yang dirasa sudah tidak layak), dan rasa rendah diri yang berkepanjangan.
Masa remaja merupakan masa pancaroba, yakni masa yang sangat dominan terhadap luapan emosional yang terkadang sulit dikendalikan. Ada rasa percaya diri dan egois yang mulai bangkit dan kerap minta ruang untuk berekspresi. Sebuah masa di mana “kenakalan” seringkali dianggap sebagai pembenaran atas tindakan yang tidak jarang justru dapat merugikan remaja itu sendiri. Munculnya kenakalan remaja tersebut selain membuat orang tua pusing dan akhirnya membuat masyarakat apatis dan beranggapan bahwa kenakalan remaja memang begitulah kondisinya. Adanya kenakalan tersebut menimbulakan penilaian negatif terhadap dunia remaja.
Waduh, sulit juga ya kalo udah dicap negatif duluan sama orang lain. Hanya dengan emosi yang tidak menentu dapat merusak citra diri. Kira-kira ada enggak ya cara untuk meluapkan emosi yang baik itu seperti apa?
Salah satu cara positif untuk meluapkan emosi remaja yakni dengan memperluas kreatifitas di bidang sastra. Oopss,, kalo denger sastra aja kayaknya udah berat banget ya, selalu berhubungan dengan tulis-menulis dan gaya bahasa baku. Ehmmp,,tapi jangan salah persepsi dulu Guys! Tulis menulis di sini bukan berarti harus menggunakan bahasa baku, tapi kita bisa menuangkan segala macam bentuk kekesalan dan amarah kita dalam bentuk cerpen, novel, atau kalo kamu seorang yang melankolis kamu bisa menuangkannya dalam bentuk puisi.
Apa yang kita utarakan dalam bentuk tulisan tersebut adalah hasil olahan perasaan dari konflik atau masalah itu sendiri yang dikombinasikan dengan olahan pikiran atau gagasan untuk memeberi tafsir atau penilaian. Sebab satu hal yang perlu diingat, yakni karya sastra bukan Cuma karya imajinatif, tapi juga intelektual. Yang tidak hanya melibatkan kecerdasan intuisi atau jiwa tetapi juga melibatkan kecerdasan pikiran.
Guys, pada dasarnya konflik dalam karya sastra adalah salah satu unsur yang sangat penting. Bisa jadi, masalah yang sedang kita alami menjadi konflik yang menarik jalan cerita dalam sebuah karya sastra. Karena yang mampu menghidupkan peristiwa dalam cerita adalah konflik.
So, udah kepikiran mau kemana pelarianmu kalo konflik kembali menghadang? Enggak ada salahnya untuk memulai hal positif dengan menulis, daripada kamu harus merugikan orang-orang di sekitarmu hanya karena sifat egoismu yang kemungkinan sulit untuk dimaafkan orang lain. (Mri)

Kisah Seorang Motivator

Keberadaan Seorang Inspirator
Kini, telah pergi sosok penerang
Sosok yang mampu memotivator kami
Sosok pemberani yang sanggup berkata TIDAK untuk kepalsuan
Sosok yang selalu menjunjung nilai-nilai kejujuran
Dan ketulusan dalam mendidik kami

Tidak akan ada yang mampu mengganti sosoknya
Baik maupun buruk, beliau tetap seorang motivator bagi kami
Bertindak untuk mendidik
Berpikir dalam bertindak

Kepergiannya hanya kerena “omongan durja” sang penguasa
Ketidakadilan yang semakin merajalela
Hak kami perlahn-lahan terenggut oleh satu kata
Yakni KEMUNAFIKAN!

Di depan madu manis berasa mengalir
Di belakang “bisa” mematikan perlahan-lahan
Kemajuan seperti apa yang sebenarnya diinginkan?
Kemajuan bersama ATAU kemajuan dan kemenangan tuk diri sendiri?
Wahai, para penguasa SADARLAH…!