Selasa, 18 Januari 2011

Salah Sangka

“Nanti kamu pulang kuliah jam berapa Say?”
“Hari ini dosenku kelar jam setengah empat sore Ger.”
“Ok. Nanti aku tungguin. Tadi pagi kamu udah sarapan belum?”
“Ehmmpp,, boro-boro sarapan Be, berangkat ke kampus aja aku udah lupa mandi hehehehhehe…”
“Idihhh, aku punya cewek ko jorok banget ya? Emang kenapa kamu bisa sampai kesiangan. Bukannya telepon aku juga, biar dijemput.”
“Hehehehe….gimana mau telepon kamu juga, Hp kamu tulalit terus. Udah berkali-kali aku telepon tapi enggak pernah masuk. Tapi, kamu jangan salah biar keburu-buru aku tetap mandi lho!”
“Serius? Penyakit jorok kamu kan kadang suka kumat hehehe...”
“Mulai yaa, terus ngeledek aku. Bete ahh!”
“Cieeellaa, gitu aja marah. Jangan ngambek dong Monic sayang.”
“Terserah kamu deh. Tapi ngomong-ngomong aku laper pesenin makanan dong Be.”
“Kamu mau pesen apa?”
“Nasi goreng spesial buatan mami kantin, minumnya jus melon.”
“Ok, tunggu ya. Biar aku pesen dulu.”

Selang beberapa lama dari waktu istirahat jam perkuliahan pun masuk. Sesaat pula. Nada sms di hp Gery berbunyi. Tidak asing lagi Monic yang meng smsnya, ia memberitahukan bahwa pulang kuliah hari ini tidak usah ditungguin. Karena ada kegiatan rapat BEM dengan mahasiswa seangkatannya maupun dengan satu tingkat di atasnya.
Melalui sms mereka berkomunikasi.

lalu Gery pun membalas. Rapat dalam rangka apa? Ko terkesan mendadak begitu?
Dalam rangka bakti sosial antar kampus. Semua hasil sembako akan disumbangkan ke korban bencana alam. Kebetulan aku kan sekretaris BEM, jadinya Fais selaku ketua baru ngomong ke aku tadi di kelas.
Ok deh, aku pulang duluan ya say. Kebetulan aku mau mampir ke toko buku dulu. ada yang mau aku cari.
“Ok.”
Ketika di toko buku, pada saat yang bersamaan betapa kagetnya Gery, ketika melihat sosok perempuan tinggi semampai, berkulit putih, dan berambut panjang sedang berbicara akrab dengan seorang lelaki bertubuh tinggi besar berkumis tipis.
Ia mencoba untuk berpikir jernih dan mengalihkan pandangannya kepada buku-buku yang akan dicarinya. Sesaat pemandangan tersebut membuat pikirannya terkecoh dan menghilangkan konsentrasinya.

Malam hari, sepulangnya dari toko buku. Ia mampir sebentar ke rumah Monic.
Dingdong, dingdong, dingdong….bunyi bel rumah Monic.
“Eh, mas Gery. Nyari mba Monic ya?”
“Hehehe…iya Mbok, Monicnya ada?”
“Wah, mba Monicnya belum pulang tuh mas.”
“oohh, belum pulang ya. Mbok enggak keberatan kan kalo saya nungguin dia di sini?”
“Oalah, si mbok mah ndak keberatan toh. Yowes, mas masuk dulu aja. Tunggunya di ruang tamu aja. Mas mau minum apa?
“Minuman dingin rasa jeruk aja mbok.”
“Sip, mas tunggu bentar ya.”
“Makasih ya Mbok.”
“Yo, sama-sama mas.”
Hampir satu jam ia menunggu kedatangan Monic. Terdengar dari luar kebisingan suara klakson mobil Terios hitam telah mengantar pacarnya Monic pulang.
“Kamu pulang sama siapa? pake kissbye segala.”
“Gery, tumben malam begini kamu kerumah aku?”
“Ditanya ko malah balik nanya. Seharian kamu yakin rapat BEM? Terus tadi kamu pulang sama siapa?
“hehe…iyalah aku beneran rapat. Masa aku boong sama kamu. Kamu udah lama di sini?”
Tanpa menjawab pertanyaan dari Monic, gery terkejut melihat barang yang ada di tangan pacarnya tersebut.
“Novel edisi Harry Potter yang terbaru, itu punya kamu?”
“Ooh, bukan ini aku pinjem sama temen aku.”
“Ya udah, mungkin kamu capek. Aku kesini mau nganter ini. ternyata kamu udah ada, terserah mau kamu apain. Aku pamit pulang.”
Melihat novel terbaru Harry Potter, betapa terkejutnya Monic. Dan ia tidak sanggup berkata-kata lagi akan kesalahan yang dilakukannya.

Keesokan siangnya di tempat parkir kampus Monic, terdapat sekumpulan mahasiswa sedang melihat keributan yang sedang terjadi. Betapa terkejutnya Monic, ketika melihat pemandangan yang sedikit mencuri perhatiannya. Ia melihat Gery sedang menghajar Fais.
“Gery stop…!”
Melihat kedatangan dan air mata Monic yang deras membasahi pipi merahnya membuat keyakinan dalam diri Gery.
“Mulai sekarang aku minta putus sama kamu. Jangan kamu pikir aku enggak tahu semua yang kamu lakuin di belakang aku. Makasih buat semua rasa sayang dan perhatian kamu ke aku. Dan jujur kebohongan yang diam-diam kamu lakuin ini membuat aku semakin yakin buat ngelepas kamu dari hidup aku.”
“Maksudnya apa sih Ger? Aku enggak ngerti?”
“Udahlah Nic, enggak usah pura-pura bego! Aku tahu, sama siapa kamu kemarin jalan. Bahkan kesibukan kamu dengan alibi rapat BEM akhir-akhir ini semakin membuat aku yakin. Percuma aja, selama apa kamu bohongin aku. Enggak akan pernah bisa.”
“Hei,,Gery bodoh!” Panggil lelaki bersuara serak-serak basah yang dipenuhi kelebaman.
“Apa lagi, yang mau Lo omongin ke gue?”
“Oopss,,santai Bro jangan kepancing emosi lagi. Lo yakin mau putusin cewek yang sayang banget sama lo?”
“Ckckck…enggak usah muna deh Lo! Bilang aja Lo seneng kalo ngeliat gue putus sama Monic. Ya kan?”
“Udah Is, jangan dilanjutin lagi. Biarin aja. Itu yang dia mau ko.”
“Enggak Nic, kali ini Gue enggak bisa ngikutin apa yang Lo mau.
“Maksud kalian berdua apa sih? Jangan bikin gue terlihat makin bodoh!”
“Ger, lo salah besar kalo putusin Monic sepihak kaya begini. Dia sayang banget sama Lo. Sebenernya Lo salah paham, Gue deket sama dia Cuma sebatas sahabat dan tim kerja di BEM, enggak lebih. Dan yang Lo liat kemarin di toko buku itu, emang bener Gue jalan sama Monic, tapi ada alasannya.”
“Alasan,,alasan apa? Enggak usah bikin gue makin terlihat bodohlah.”
“Gue belum selesai ngomong. Kemarin gue sengaja nyuruh Monic bohong ke Lo, dengan alasan rapat BEM, karena gue mau minta tolong ke dia.”
“Tolong? Buat apa?”
“Iya, Gue mau deket sama Sisca, sahabatnya Monic. Kebetulan gue tahu, kalo mereka berdua sahabat karib dan Monic tahu apa aja seleranya Sisca. Dan monic sendiri juga minta tolong ke Gue, sebenernya seberapa sayang Lo ke dia.”
“Gokill, alasan lo masuk akal juga. Gue enggak percaya.”
Dari kejauhan terdengar,
“Tapi itu semua bener Ger. Fais baru aja jadian sama Gue tadi pagi. Gue pun berterimakasih banget sama Monic. Kalo enggak ada dia mungkin, Gue enggak akan pernah tahu apa sebenarnya yang dia rasa ke gue.”

Mendengar penjelasan Sisca, Gery Terdiam dan terkejut.
“Apa itu semua bener Nic? Apa itu enggak bohongan lagi?”
“Enggak Ger, itu semua bener. Enggak pernah ada niat buat nyakitin hati kamu. Dan ini semua aku lakuin karena aku care sama Sisca. Dia udah aku anggep seperti saudara kandung aku sendiri. Kamu kan tahu, aku di sini sendirian. Kedua orang tua aku di luar negeri. Cuma dia yang aku punya di sini selain kamu.”

Mendengar ucapan ketiga orang tersebut, membuat Gery tidak percaya. Namun rasa cemburunya lah yang membuat hatinya panas dan tidak terkelola dimakan api emosi. Ternyata salah sangka yang terjadi belakangan ini hanya perasaan emosi dan cemburu semata. Kedua pasangan ini pun menjalani hubungannya semakin akur dan menjunjung kepercayaan satu sama lainnya. pertengkaran yang pernah terjadi seakan menjadi kunci awal bumbu persahabatan diantara mereka.